Imigran Cina dan Batavia
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBKontribusi imigran Cina bagi perkembangan di masa awal Batavia
O, Batavia yang indah, yang telah menyihirku
Di sana alun-alun kota dengan arca bangunannya yang megah
Menyibak keagunganmu! Betapa sempurnanya kau!
Kanal-kanalmu yang luas, dengan air jernih yang mengalir
Terbangun dengan sangat indah
Tak ada kota tandinganmu di Belanda
Kanal Harimau, di mana Batavia disanggah
Melemparkan ke angkasa sebarisan istana langit
Dan berkilau dari ujung ke ujung dengan permata-permata arsitektur
Dipenuhi bayangan jalan-jalan dengan hijau bersemi yang abadi
Betapa batavia mempesona para pelancong!!
(Batavia, Jan de Marre)
Kota itu mulanya hanyalah pelabuhan kecil di muara sungai Ciliwung. Menjadi vasal Banten dan berpenduduk beberapa ribu orang Sunda. Terdapat pabrik arak serta pemukiman para pedagang Cina di bagian utara. Belanda ialah bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di sana ketika armada Cornelis de Houtman, 13 November 1596, melemparkan sauh kapalnya untuk berlabuh.
Menjadi arena perebutan dua serikat dagang terpenting kala itu, VOC dan EIC. Selang tujuh tahun pasca Jacques I’Hermitte, perwakilan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), menandatangani kontrak dengan penguasa kota, Pangeran Wijayakrama, yang mengizinkan orang-orang Belanda untuk membangun benteng disana, Serikat Dagang Inggris, EIC (East India Trading Comapny), juga melakukan perjanjian dengan penguasa kota, akhir 1618. Guna menegakkan supremasinya atas kota, VOC lewat Jan Pieterszoon Coen, membentuk pasukan dari Maluku untuk mengusir Inggris dari kota. Muaranya, kota ini menjadi salah satu pelabuhan terpenting dan pusat kegiatan VOC di Asia.
Batavia.
J.P. Coen mendatangkan imigran (pekerja) Cina serta Belanda untuk bermukim ke Batavia dalam jumlah banyak. Pembangunan kota pun dimulai.
Kontraktor Cina, Jancon dan Bingam, disewa untuk menggali kanal-kanal. Tak hanya itu, pembangunan tembok benteng dan perumahan dipasrahkan kepada mereka. Para pekerja Cina telah terbiasa dengan pembuatan batu bata sebagai bahan utama perumahan kota Batavia. Pendanaan benteng ditanggung oleh VOC, tetapi penduduk diwajibkan membayar sejumlah dana bagi pertahanan kota. Pekerja Cina, 1620, dibebaskan dari pajak bulanan sebesar 1,5 real karena membantu pembangunan benteng. Mereka hanya membayar lima kali untuk pertahanan kota dan tiga kali untuk konstruksi kota, sama seperti kelompok penduduk kota lainnya.
Untuk mengatur penduduk Cina, Coen mengangkat sahabatnya Su Ming Kang sebagai kapitan Cina, konsekuensinya penduduk Cina resmi berada di bawah otoritas Belanda. Populasi penduduk Cina yang terus meningkat, sampai 1666, berujung pada diangkatnya letnan dan sekretaris guna meringankan tugas kapitan. Pada 1730an penduduk Cina telah mencapai dua puluh persen dari total penduduk kota.
Kontribusi penduduk Cina bagi perkembangan kota yang diwujudkan dalam pembayaran pajak (yang diringankan) mencapai lebih dari setengah pendapatan Belanda dari cukai dan pajak pada 1630an. Dana yang dibayarkan menjadi semacam “uang pelindung” bagi penduduk Cina yang dibebaskan dari kewajiban militer. 1644, penduduk Cina tercatat membayar tujuh belas dari total dua puluh satu jenis pajak yang harus dibayarkan penduduk kota, yang ditarik dari judi, pasar, dan kegiatan ekspor-impor. Para pothias (operator pabrik gula) juga membayar pajak tahunannya. Tercatat, 79 pengusha Cina, pada 1710, menguasai pabrik gula di sekitar Batavia dari total 84 pabrik gula.
Permasalahan yang ditimbulkan akibat sanitasi di permukiman Cina yang buruk, anak yatim, serta antara kreditor dan debitor memakasa Belanda untuk melakukan intervensi dengan mendirikan Boedelmeesters yang terdiri dari orang Belanda dan Cina sebagai dewan pengawas. Tugasnya ialah mengadministrasi pajak orang Cina yang telah meninggal dan mengurus anak dibawah umur. Dari dana yang diperoleh, didirikan rumah sakit Cina serta rumah yatim piatu yang menjadikan keadaan penduduk Cina semakin membaik.
Kontribusi para imigran Cina seperti, Jancon dan Bingam yang membangun benteng kota, Su Ming Kang yang membantu administrasi guna memudahkan Belanda dalam mengatur penduduk, serta para pothias dan penduduk yang membayar pajak, di masa awal Batavia berdampak signifikan bagi perkembangan kota. Seperti digambarkan Jan de Marre, seorang pelaut, dalam puisinya berjudul Batavia, kota itu penuh dengan keindahan bahkan mengalahkan kota-kota di Belanda. Batavia mencapai kemakmurannya sepanjang abad ke-18. Kelak, semoga wajah ibu kota kembali tertata dengan keindahan serta kemakmuran yang menyertainya.
PRIMA DWIANTO
Alumni Jurusan Ilmu Sejarah, FIB, UGM
(Sumber Foto: media-kitlv.nl)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Romantisme Sukarno-Hatta dan Wajah Semu Demokrasi Kini
Minggu, 1 September 2019 13:23 WIBMitos dan Kuasa Pasar: Dewi Sri sebagai Penguat Subsistensi
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler